Wednesday, September 29, 2010

Hari Ini Tanggal 30 September dan Kemarin 3 Orang Tewas di Ampera


Minggu malam 26 September 2010 kemarin saya rencanakan seperti Minggu malam saya biasanya, tidur cepat di pukul 22.00. Tapi apa daya, mata saya susah sekali terpejam. Saya sempat minum susu untuk menciptakan kantuk. Karena susu tidak mampu membuat saya ngantuk, saya memutuskan menyerah dan kembali menyalakan televisi di kamar. Pilihan channel saya jatuh ke Global TV karena saat itu sedang berlangsung talkshow Rossy, milik Rosiana Silalahi yang merupakan news anchor kawakan. Topik yang dibahas tentang peristiwa 30 September 1965. Cukup menarik lah, gumam saya.

Sebenarnya apa yang terjadi pada tanggal sakral, 30 September 1965? Masih abu-abu tak jelas. Siapa korban dan siapa dalang kekerasan belum menjadi hal yang pasti. Yang pasti pada tahun itu terjadi bermacam pergolakan. Saya sendiri bukan pelaku sejarah atau orang yang mempelajari sejarah secara intens. Tapi saya pernah mendapati fakta menarik. Hampir semua cerita peng-agama-an manusia Jawa yang menghayat Kejawen berlangsung pada tahun itu. Itu hanya satu contoh pergolakan yang terjadi tahun 1965. Bayangkan apa yang terjadi di ibukota jika di daerah terpencil, penghayat Kejawen kebanykan berada di wilayah pedalaman Jawa, saja terjadi pergolakan. Kembali ke acara Rossy, salah satu narasumber yang diundang adalah putri dari salah satu pahlawan revolusi Donald I. Panjaitan yaitu Cathryn Panjaitan. Hampir semua di antara kita yang pada era orde baru sudah bersekolah minimal SD kelas 5 pernah menonton film 'dokumenter' G30S PKI. Sebuah film kontroversial yang kini tidak lagi diputar setiap tanggal 30 September karena belum terbukti kesahihannya. Dalam film tersebut, saat bagian Donald Panjaitan, terdapat adegan anak Donald Panjaitan membasuh mukanya menggunakan darah ayahnya. Dan ternyata Ibu Cathryn Panjaitan yang diperankan oleh bintang anonim saat itu mengaku melakukan hal yang sama seperti di adegan film. Yang tidak diketahui oleh kita semua adalah efek sesudah kejadian itu. Menurut wawancara di Rossy, Ibu Cathryn menjadi pribadi yang sangat tertutup, membenci orang lain, dan menghukum diri sendiri atas hal yang bukan merupakn kesalahannya. Beliau bahkan sampai pergi dari Indonesia ke Eropa untuk menenangkan diri. Ia berkata bahwa ia sempat membenci semua orang Indonesia karena kematian ayahnya. Untung saja kebencian itu tidak berlanjut ke fase balas dendam. Ibu Cathryn akhirnya dapat menenangkan diri di umurnya yang mulai senja dengan mendekatkan diri kepada Tuhan. 

Ada pelajaran kecil yang dapat kita ambil di sini, bagaimana seseorang dapat menjadi pribadi yang berbeda saat ia mengalami peristiwa yang sangat besar dan memutar hidupnya 180 derajat. Dengan darah memang masalah dapat selesai, tapi harus dikompensasi dengan masalah baru. Kemarin, Rabu,  29 Agustus 2010 terjadi bentrokan berdarah di Ampera Jakarta Selatan. 3 orang tewas dan kamera televisi sempat menangkap gambar seorang yang mengalami tebasan pedang di lehernya. Pernahkah sang penebas berpikir jika tebasannya mungkin akan berbalik ke arahnya satu saat nanti. Pernahkah ia berpikir jika orang yang ditebasnya memiliki keluarga yang penuh cinta. Pernahkah sang penebas berpikir akan hukum karma. Kita tidak bisa menyalahkan satu pihak. Kita semua salah. Darah jelas bukan solusi masalah. Jika bisa damai kenapa harus bertikai.

No comments: