Thursday, October 28, 2010

Malu Menjadi Klenik?



Mbah Marijan

Hampir semua perhatian Bangsa Indonesia dalam dua hari ini tertuju ke dua peristiwa besar yang mengguncang negeri ini. Dua buah bencana di dua surga dunia di Indonesia. Satu tsunami di Kepulauan Mentawai dan satu lagi bencana erupsi Gunung Merapi. Bencana yang disebut terakhir bergaung lebih besar  karena Merapi telah meningkat aktivitasnya dalam seminggu terakhir sedangkan bencana tsunami di Mentawai mulai menghangat isunya karena ternyata kita semua yang hanya memonitor via media berpikir tidak terjadi apa-apa selain gempa. Memang peringatan dini tsunami telah dicabut beberapa saat setelah diumumkan. 

Ribut-ribut akan meletusnya Merapi sebelumnya pernah terjadi tahun 2006 lalu. Erupsi yang tidak bersifat eksplosif kala itu memang tidak menimbulkan banyak korban jiwa sebanyak tahun ini. Namun ada kisah menarik yang kemudian menjadi populer kala itu. Kisah menarik mengenai seorang juru kunci (kuncen)yang bersikeras tidak mau turun gunung dari rumahnya yang hanya berjarak 3 km dari puncak Merapi di Dusun Kinahrejo. Sang kuncen sendiri akhirnya mau turun ke tempat yang dianggap aman oleh pihak berwajib setelah dibujuk oleh banyak pihak. Keteguhan hati yang menurut kita bisa merupakan bentuk ke-keras kepala-an sang kuncen memang terbukti, letusan merapi tidak berupa eksplosi namun berupa guguran lava yang untungnya saat itu tidak menimbulkan banyak korban jiwa.

Ya Mbah Marijan adalah sang kuncen yang tahun 2010 ini diuji lagi kedekatannya dengan Gunung Merapi. Sebuah kedekatan mistis dan bersifat klenik yang diingkari oleh beberapa keluarganya yang mengatakan bahwa si Mbah tidak klenik namun sangat religius. Saya sendiri sepakat kalau si Mbah mengadopsi keduanya, sifat religiusnya bersinkret dengan spiritualisme Jawa yang tak akan pernah lepas akan kepercayaan atas kekuatan yang ada pada benda-benda cipataan Tuhan seperti gunung contohnya. Dan sehari sebelum meletusnya sang Eyang Merapi yang meminta banyak korban, si Mbah, menurut tayangan di televisi, terlihat sedikit menutup diri. Beliau mungkin sedang berkomunikasi tentang apa yang harus ia lakukan dan apa yang harus ia sugestikan kepada orang-orang yang percaya padanya sebagai perantara komunikasi dengan Eyang Merapi sang penguasa lingkar Merapi. 

Kita semua tidak akan pernah tahu apa yang ia komunikasikan dengan Sang Penguasa Merapi karena selain itu pasti akan dirahasiakan, Mbah Marijan kini juga telah tiada. Menghadap Sang Pencipta saat dirinya terkena awan panas Merapi. Selamat jalan Mbah, saya mohon jangan malu dengan ke-klenik-an anda. Itu adalah akar budaya kita, budaya asli Jawa.

No comments: