Sunday, October 31, 2010

Persija - Persib, Derby of Indonesia



Dalam sepakbola, selain berbicara masalah teknis permainan, kita tak akan pernah bisa mengacuhkan yang namanya tradisi. Lihatlah big four di Liga Inggris, walaupun Liverpool mengalami masa-masa sulit yang mengirimkan mereka jauh dari empat besar klasemen, mereka tetaplah tim yang sarat akan tradisi. Lihat pula derby d'la italia antara Internazionale dan Juventus, fakta bahwa Juventus pernah turun ke serie B tidak kemudian membuat lawan Internazionale di derby panas itu beralih ke Lazio, Roma, ataupun Milan. Itulah tradisi dalam sepakbola yang tidak  berkaitan dengan posisi aktual sang klub.




Di Indonesia, tempat di mana sepakbola adalah olah raga dengan kultur mengakar-walaupun tanpa prestasi yang mentereng-juga terdapat banyak tradisi. Persebaya dan Arema Indonesia tidak pernah akur, PSIM Yogyakarta yang selalu bermusuhan dengan PSS Sleman dan Persiba Bantul. Pemain dan pelatih datang dan pergi, namun tradisi itu sendiri tetap tinggal. Permusuhan terbesar dalam tradisi sepakbola Indonesia tentu saja adalah bentrok Persija Jakarta dan Persib Bandung. Persaingan antar kedua klub ini telah dimuali sejak era perserikatan. Ketidakakuran atar dua kubu suporter juga sangat panas dan seringkali merembet ke bentrokan fisik di luar stadion, bahkan bentrokan kerap terjadi pada bukan hari pertandingan. Menurut saya, permusuhan ini hanya bisa disaingi oleh persaingan Persebaya Surabaya dan Arema Indonesia. 

 Sabtu, 30 Oktober 2010 kemarin, saya menjadi saksi atas pertandingan yang menurut saya layak disebut derby of Indonesia ini. Atmosfer pertandingan sudah mulai terasa sejak dua jam sebelum kick off. The Jakmania yang kebanyakan merupakan warga suburban kelas menengah  sudah bersiap menunggu Metro Mini, Kopaja, dan mikrolet yang akan mereka ''bajak'' untuk mengangkut mereka menuju Gelora Bung Karno, tempat pertandingan dihelat. Mayoritas dari mereka yang menuju GBK adalah anak kecil hingga remaja yang mungkin mendapatkan jati diri mereka dengan menjadi The Jakmania. GBK yang berada di jantung central business district (CBD) menjadi lautan The Jakmania. Seluruh akses menuju GBK macet dengan pemandangan utama The Jakmania yang naik di atap bus kota. Sangat berbahaya namun inilah atmosfer sepakbola. Saya sendiri merinding selalu merinding dalam suasana seperti ini. Ternyata adrenalin sangat terpacu saat menjadi penonton sepakbola di stadion. Gerbang GBK yang menghadap Taman Ria Senayan menjadi area paling ramai, antrian tiket membludak, penonton yang mengharap pintu stadion dibuka sehingga mereka bisa menyaksikan pertandingan tanpa perlu membayar juga tak sedikit jumlahnya. Range tiket mulai Rp.25.000 sampai dengan Rp.100.000 memang tidak terjangkau untuk anak-anak dan remaja yang belum memiliki penghasilan sendiri. Untuk saya, tiket Rp.50.000 kelas I-lah yang paling memadai. Tidak tercampur dengan supporter tradisional namun tetap terjangkau.

Di dalam stadion, The Jakmania tidak pernah berhenti bernynyi dan berteriak. Di pertandingan sepanas ini, nyanyian The Jak tidak hanya ditujukan untuk memberi semangat Persija namun juga dibumbui nyanyian-nyanyian rasis untuk suporter Persib, Bobotoh dan Viking. Pihak kepolisian memang tidak mengijinkan adanya suporter Persib di GBK untuk menghindari bentrokan dan gesekan. Memang kurang adil sebenarnya, tapi melihat fakta belum dewasanya suporter kita, memang tidak ada pilihan lain untuk ini. Yang disayangkan adalah Jakmania cilik seringkali fasih meniru ucapan rasis ini yang tentu bukan pembelajaran yang baik. 

Pertandingan sendiri berlangsung sangat seru, jual beli serangan terjadi sepanjang pertandingan. Untuk Shahril Ishak, kapten timnas Singapura yang sebelumnya bermain di S-League, bermain di level klub dengan ditonton 35.000 penonton tentu adalah pengalaman baru. Kita tahu S-League adalah liga yang kurang semarak dari sisi jumlah penonton di stadion. Persija yang turun dengan formasi inti mampu keluar menjadi pemenang lewat gol greg Nwokolo, Bambang Pamungkas, dan pemain pengganti, Aliyudin. Buruknya lini pertahanan Persib juga menjadi penyebab kekalahan Persib. Sinyalemen buruk untuk Timnas Indonesia karena duet pilar pertahanan Persib adalah juga pilar timnas.

Terlepas dari apa yang terjadi di lapangan, saya sendiri sangat takjub dengan susasana di dalam dan luar stadion. Atmosfer dukungan deperti inilah yang perlu kita pertahankan untuk menjadi modal kita saat Piala AFF yang akan digelar di Jakarta nanti. Syaratnya, semua suporter bersatu untuk mendukung Indonesia, walaupun jika kembali ke Liga, permusuhan antar suporter harus selalu ada untuk menambah marak kompetisi, tentu dengan konteks konstruktif. Ya, inilah Derby of Indonesia.

Persija Jakarta - Persib Bandung   3-0 (Greg Nwokolo, Bambang Pamungkas, Aliyudin) 
Penonton 35.000

Beberapa foto pertandingan :


No comments: