Sunday, October 24, 2010

Diskusi Kecil di Pura Parahyangan Jagat Guru Bumi Serpong Damai



Minggu, 24 Agustus 2010 kemarin, saya dan rekan-rekan Peradah Indonesia berkunjung ke salah satu pura baru yang masih dalam tahap penyelesaian pembangunan di wilayah Bumi Serpong Damai (BSD). Awalnya, tujuan kami datang ke sana adalah untuk mengikuti pertemuan umat Hindu etnis Jawa yang ada di sekitar Jakarta namun acara tersebut diundur karena bertepatan dengan pertemuan sejenis di tempat lain. Walupun demikian kami tetap berangkat ke pura BSD untuk berdiskusi dan ngobrol-ngobrol dengan salah satu sesepuh pemuda di  wilayah BSD, bli I Gede Raka. 

Kira-kira pukul 17.00 kami sampai di lingkungan pura BSD. Kami sendiri tidak mengalami kesulitan untuk menemukan pura dengan panduan lokasi pura yang ada di www.purabsd.blogspot.com. Pura BSD memiliki seorang penjaga bernama Mang Eko yang asli etnis Sunda Kuningan. Mang Eko sepertinya memang ditugaskan untuk menjadi penjaga pura sekaligus menyediakan keperluan umat yang ingin bersembahyang ataupun sekadar berkunjung untuk menikmati suasana pura. Sejenak Mang Eko mempersiapkan tikar, selendang, dupa, dan bunga untuk kami bersembahyang. Dan sebelum memulai diskusi kami menghaturkan sembah kepada Hyang Widhi Wasa dan manifestasinya yang bersthana di pura tersebut yang bernama sangat indah, Pura Parahyangan Jagat Guru.

Menurut www.purabsd.blogspot.com, pura ini diprakarsai oleh umat Hindu di seputaran BSD City, Gading Serpong, Melati Mas, Cisauk, Pamulang, Bintaro, Sarua, Rempoa, Serpong, dan seitarnya. Dengan mendapat dukungan penuh dari para tokoh Hindu Tangerang dan Parisada Propinsi Banten, serta perjuangan selama 3 tahun akhirnya lahan ini bisa dikelola oleh umat Hindu berupa lahan fasilitas umum seluas sekitar 2.200 m dan IMB dari Pemda Tangerang. Awalnya, lokasi yang ditawarkan sebagai tempat pembangunan pura oleh Pemda Tangerang bukanlah di lokasi yang ada sekarang. Lokasi yang ditawarkan sebelumnya ditolak oleh umat karena dari sisi spiritual kurang tepat untuk dijadikan tempat persembahyangan karena lokasinya yang sangat dekat dan merupakan akses ke pemakaman. Dan melalui diplomasi yang alot, maka pura BSD bisa berdiri di lahan yang ada saat ini.

Dalam diskusi yang santai, Bli I Gede Raka, tokoh pemuda Hindu setempat, menjelaskan tentang sejarah berdirinya pura ini dan progress pendirian pura sejauh ini. Bangunan suci yang ada di pura BSD sejauh ini adalah sebuah padmasana yang bergaya Bali dengan batu hitam, berukiran bedawang nala dan satu naga. Khusus untuk arca naga yang hanya satu (biasanya ada dua arca naga yaitu Naga Antaboga dan Naga Besuki) saya belum sempat menanyakan. Di mandala utama pura sendiri rencananya akan dibangun beberapa bangunan suci lain seperti anglurah dan beberapa bangunan suci lainnya. Di pura BSD ini juga rencananya akan dibuat menjadi Hindu Centre untuk wilayah BSD dan sekitarnya. Akan ada juga gedung 3 lantai yang akan difungsikan menjadi aula pertemuan dan ruang kelas pasraman. Yang menarik, gedung yang akan dibangun ini berkonsep green building dengan partisi yang bisa dilipat sehingga seperti berada di ruang terbuka. Tentu konsep hijau ini akan didukung dengan pepohonan yang sudah ditanam di bebrapa bagian pura. Oh ya, ada yang menarik dari salah satu bangunan suci yang ada di pura BSD ini. Pelinggih berupa tugu yang biasanya ada di depan kori agung pura berbentuk unik berupa batu hitam yang tidak berukir dan tidak di pahat secara rapi namun sedikit dibiarkan tidak rata. Saya tidak tahu apakah batu itu akan diukir atau dipahat nantinya.

Salah satu pelinggih unik di Pura BSD

Sore itu, kami juga sempat berdiskusi dengan Sukirno, salah satu guru Agama Hindu di BSD. Beliau yang asli Blitar, Jawa Timur menceritakan fakta-fakta umum tentang Hindu di Jawa, seperti kesulitan membuat KTP,beragama Islam sewaktu SMP, dan takut menunjukkan diri sebagai seorang Hindu yang memegang ajaran leluhur. Untung saja, menurut beliau, di era reformasi, ketakutan dan keminderan masyarakat Hindu etnis Jawa  mulai berkurang, walaupun desakan-desakan konversi agama masih banyak terjadi dengan pelbagai modus halus.

Diskusi singkat dengan bahasan ngalor ngidul itu akhirnya kami akhiri sekitar pukul 21.00 malam. Dengan berjanji untuk datang ke acara pertemuan umat Hindu etnis Jawa yang ternyata diundur menjadi minggu depan, kami berpamitan kepada, Bli Raka, Pak Kirno, dan Mang Eko meninggalkan Pura Parahyangan Jagat Guru yang masih berjuang untuk berdiri tegak sesuai keingan para pemrakarsanya. Astungkara

Pak Sukirno
Bli Gede Raka
DPN Peradah
DPN Peradah


No comments: