Monday, October 11, 2010

Kita Kalah Segalanya, Catatan Kecil Indonesia - Uruguay


Indonesia adalah salah satu negara dengan jumlah penduduk yang sangat besar. Dalam persaingan jumlah penduduk, salah satu kompetitor kita adalah Brazil. Sebuah negara bekas jajahan Portugis, seperti kita juga, yang terletak di Benua Amerika. Selayaknya Indonesia yang terletak di wilayah tropis, Brazil juga negara yang dekat dengan equator. Pantai juga menjadi salah satu andalan pariwisata Brazil. Tapi di ranah persaingan sepakbola, perbandingan kita dan Brazil bagai langit dan perut bumi (bukan lagi langit dan bumi). Indonesia sangat jauh tertinggal. Bila Brazil selalu ikut serta dalam hajatan Piala Dunia, Indonesia ikut Piala Asia secara rutin pun tidak. Ada pepatah mengatakan, jika wahyu kitab suci diturunkan di wilayah Timur Tengah dan India, maka wahyu sepakbola diturunkan okeh Tuhan di Brazil. Bakat alami manusia Brazil adalah pesepakbola. Bagaimana dengan kondisi Bangsa Indonesia yang besar ini? Sepak bola di Indonesia adalah olah raga terpopuler. Melebihi bulu tangkis (cabang yang sering melahirkan medali dan trofi) dan pencak silat (bela diri asli Indonesia). Sepak bola adalah olah raga rakyat. Rakyat Indonesia jamak bermain bola di jalanan, di sawah, dan di kolong jembatan. Liga Sepakbola Indonesia juga merupakan salah satu liga sepakbola paling meriah di Asia.Kalau untuk ukuran Asia Tenggara , Liga Indonesia tidak memiliki tandingan berarti dari segi kemeriahan dan jumlah penonton di setiap pertandingannya

Tim nasional sepak bola Indonesia dulunya adalah macan Asia. Dan perlu dicatat, status ini adalah status lama yang sudah daluwarsa. Jika dulunya kita pernah menahan USSR 0-0 di Melbourne, maka jika saat ini kita menghadapi Rusia selaku pewaris tahta USSR maka sama saja menyerahkan diri ke area pembantaian. Di lingkungan sepak bola Asia Tenggara, keunggulan kita hanya sebatas memiliki liga yang meriah. Selebihnya nol. Singapura, Thailand, dan Malaysia sudah memiliki tim nasional level junior dan senior yang melebihi timnas Garuda. Vietnam dan Myanmar tinggal menunggu waktu untuk menginjak kita. Di Sea Games 2009 kemaren, Laos juga sudah bisa mengalahkan kita. Bayangkan, negara yang jumlah populasinya mungkin tak lebih banyak dari Pulau Jawa berhasil mengalahkan garuda-garuda muda. Yang paling gress tentu saja saat pergelaran Piala AFF u-16 di Solo September lalu, Indonesia dihajar timnas Timor Leste, anak bawang dalam segala hal. Memalukan dan menjadi bukti karut marut dan hancur leburnya sepak bola nasional yang di dalamnya termasuk pembinaan usia muda.

Dan 8 Oktober 2010 kemarin, kita kedatangan tamu agung, peringkat IV Piala Dunia 2010 Afrika Selatan, Uruguay. Jika dibandingkan dengan mereka, kita juga kalah jauh. Uruguay adalah juara dunia dua kali. Di atas kertas, sangat jelas kita bukan tandingan mereka. Memang di 25 menit pertama, prediksi di atas kertas tadi tidak terbukti. Garuda-garuda kita di atas lapangan bahkan berhasil sedikit menampar muka Oscar Tabarez, pelatih Uruguay, dengan menjebol gawang Uruguay lewat sontekan kaki Boaz Solossa. Saya sendiri yang ada di tribun timur merinding melihat gol tersebut. Sebuah gol dengan ciri khas anak Papua dengan kecepatan. Maestro sepak bola kita masa kini, Bambang Pamungkas,-lah yang memberi assist. Bambang Pamungkas sendiri menjadi objek hujatan penonton karena dianggap kurang struggle dan fight di atas lapangan. Saya anggap hujatan tersebut wajar karena suporter kita menginginkan kerja keras pemain saat prestasi kita yang seret. Kemenangan atas Uruguay akan menjadi sebuah penyegar dahaga kita akan prestasi sepak bola. Tapi gol Boaz Solossa menjadi satu-satunya gol Indonesia. Sisa pertandingan didominasi Uruguay dengan hattrick masing-masing Edison Cavani dan Luis Suarez serta satu gol Sebastian Eguren. 1-7 untuk Uruguay.

Pertandingan di antara bintang-bintang

Kekalahan atas Uruguay memang sudah dapat diprediksi. Namun yang patut digaris bawahi adalah fakta bahwa sepak bola Indonesia menuju kehancuran. Hal yang aneh jika kita tidak berprestasi di saat banyaknya talenta sepak bola di Indonesia. Peliknya masalah sepak bola Indonesia berkomplikasi dengan pengurus PSSI yang diduga koruptif. Menurut saya Nurdin Halid harus legowo turun dari jabatan ketua umum PSSI dan mengestafetkan jabatannya ke kaum muda yang mengerti permasalahan sepak bola Indonesia. Permasalahan yang terlalu kompleks tidak pernah bisa berhenti jika tidak ada satu figur yang dibackup semua kalangan pencinta sepak bola seperti klub, suporter, dan Pengcab PSSI.Semua harus berubah dari sekarang sebelum tim nasional Indonesia kalah dari Kamboja dan Filipina yang saat ini masih belajar sepak bola.

Panorama Luar Stadion Utama Bung Karno
Stadion Utama Gelora Bung Karno

No comments: